Social Icons

Halaman

21 Januari 2013

FILSAFAT ILMU (Bagian 1)


Makalah ini berisi intisari materi perkuliahan Filsafat Ilmu yang telah berlangsung selama setengah semester pertama kelas Psikologi Pendidikan Islam, Program Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Materi pembahasan dalam makalah ini disajikan tidak berdasarkan urutan waktu penyajian/pembahasannya, melainkan berdasarkan harapan agar terdapat kesinambungan dalam tata pikir penulis yang diungkapkan dalam  makalah ini. Karena itu, bahasan mengenai Estetika sengaja disajikan paling akhir walaupun telah dibahas sebelum Metafisika.
Selain itu, untuk menghasilkan pembahasan yang lebih bermakna, pembahasan yang akan disajikan berikut ini tidak lepas dari upaya untuk menjawab persoalan yang bersifat ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

  1. Kaitan Ilmu Filsafat dengan Filsafat Ilmu.
Ada anggapan bahwa Filsafat Ilmu identik dengan Ilmu Filsafat. Anggapan seperti itu jelas keliru karena Filsafat Ilmu bukan untuk menerangkan kronologi kefilsafatan walaupun beberapa pemikiran kefilsafatan dan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya tetap diperlukan. Meskipun demikian, hal tersebut tidak berarti bahwa Filsafat Ilmu hanya membahas/mengkaji metode ilmiah (yang hanya berbasis pada paradigma berpikir empirisme dengan sejumlah logika induksi dan sarana serta alat berpikir statistik kuantitatif atau rasionalisme dengan metode berpikir deduktif kualitatif dengan sarana dan alat berpikir matematik), serta dimensi historis pokok pikiran kefilsafatan.
Sebab, selain mengkaji persoalan-persoalan tersebut, Filsafat Ilmu juga mengkaji beberapa persoalan lainnya secara koheren, lengkap, dan menyentuh hampir setiap dimensi yang terdapat dalam kajian keilmuan. Di antaranya adalah bahwa di dalam Filsafat Ilmu dikaji tentang: hakikat ilmu, cara ilmu diperoleh, sumber ilmu, metode, sarana, dan alat yang digunakan, kegunaan ilmu itu dibangun, dan dimensi sejarah ilmu.
Dengan demikian, Filsafat Ilmu adalah bagian filsafat yang membahas tentang ilmu pengetahuan. Filsafat Ilmu lahir dari kerangka teoritis pada ontologi, epistemologi, dan aksiologi; serta dimensi historis dari ilmu.
Jika dihubungkan dengan filsafat, ilmu merupakan keseluruhan lanjutan sistem pengetahuan manusia yang telah dihasilkan filsafat kemudian dibukukan secara sistematis dalam bentuk ilmu yang telah diteorikan. Kebenaran ilmu dibatasi hanya sepanjang pengalaman dan pemikiran, sedangkan filsafat menghendaki pengetahuan yang komprehensif, luas, umum, dan universal. Karena itu, itu filsafat berada pada posisi maksimal pemikiran manusia yang pada taraf tertentu tidak mungkin dijangakau ilmu.
Selain itu, masih terdapat perbedaan signifikan antara ilmu dan filsafat. Ilmu bersifat pasteriori, artinya kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian berulang-ulang, bahkan jika perlu dilakukan pendalaman dan percobaan untuk mengetahui esensi dalam suatu kasus. Sedangkan filsafat bersifat priori, artinya kesimpulan-kesimpulannya adalah adanya data empiris seperti yang dituntut ilmu.
Filsafat bersifat spekulatif dan kontemplatif, sedangkan ilmu tidak demikian. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan dengan filsafat itu sendiri, melainkan dengan teori-teori keilmuan melalui observasi dan eksperiman atau justifikasi wahyu.
Meskipun demikian, antara ilmu dan filsafat terdapat persamaan, yakni mencari kebenaran. Ilmu bertugas melukiskan fakta, sedangkan filsafat bertugas menafsirkan kesemestaan. Jadi, filsafat di satu sisi menjadi jalan pembuka bagi lahirnya ilmu, tetapi di sisi lainnya berfungsi sebagai cara kerja akhir dari ilmuwan. Dengan kata lain, filsafat bisa disebut sebagai induk ilmu sekaligus menjadi pamungkas keilmuan yang dalam beberapa hal tidak dapat diselesaikan oleh ilmu.
  1. Mengenal Filsafat.
Dalam bahasa Inggris, kata philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani philosophia yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis
Banyak pengertian atau definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harfiah, filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya  adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakikat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Phytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Phytagoras menganggap dirinya philosophos (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Hal ini menjadi salah satu petunjuk bahwa filsafat mengalami pergeseran makna yang sangat jauh dibandingkan dengan makna literalnya. Filsafat di satu sisi memberi makna teoritis, tetapi di sisi lain difahami sebagai pandangan hisup yang sifatnya praktis.
Selain itu, filsafat dapat dikbedakan ke dalam dua pengertian, yaitu dalam arti umum dan khusus. Dalam arti yang umum, filsafat dapat digunakan untuk menjawab berbagai permasalahan yang dihadapinya dan berusaha mencari solusi yang tepat. Dalam arti yang khusus, filsafat biasanya bersinonim dengan sistem dari sebuah aliran filsafat, sehingga dikenal istilah filsafat Aristoteles atau filsafat Plato.
Berdasarkan watak dan fungsinya, filsafat diklasifikasikan menjadi 5 kategori sebagai berikut:
1.      sekumpulan sikap dan kepercayaan terjadap kehidupan dan alam;
2.       proses berpikir kritis terhadap kepercayaan yang dijunjung tinggi;
3.      usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam;
4.      Analisis logika dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep;
5.      sekumpulan problema yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Sebagai sebuah usaha, berpikir filsafat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Radikal, artinya berpikir samapi ke akar persoalan;
  2. Sistemik, artinya berpikir logis, berurutan, dan penuh rasa tanggung jawab;
  3. Universal, artinya berpikir secara menyeluruh atau menyentuh seluruh aspek;
  4. Spekulatif, artinya berspekulasi dengan kebenaran.
Dalam tradisi filsafat Barat dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. Teori-teori tersebut adalah: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi membahas tentang hakikat sesuatu atau hakikat benda, misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya. Dalam teori ini terdapat faham-faham atau aliran-aliran, yaitu : idealisme, materialisme, dan dualisme.
·         Aliran Idealisme menganggap bahwa di balik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini hakikat sesuatu ada dalam ide-ide. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang kepada kebenaran sejati. Tokoh-tokoh aliran ini ialah Socrates, Plato, Stoa, dan Al Ghazali.
·         Aliran Materialisme menganggap bahwa sejatinya realitas adalah aspek materi. Bagi aliran ini ide akan muncul dari realitas materi atau benda karena esensi sesuatu yang disebut ide adalah sesuatu yang absurd (mustahil).
·         Aliran Dualisme merupakan aliran yang berupaya menggabungkan/ mensintesis eksistensi yang bersifat fisik dan metafisik.
Teori kedua adalah epistemologi. Epistemologi adalah teori yang mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.
Teori ketiga adalah aksiolgi. Aksiologi yaitu teori yang membahas tentang masalah nilai atau norma sosial yang berlaku pada kehidupan manusia. Karena itu, ilmuwan membagi bidang ini pada apa yang disebut dengan etika dan estetika. Etika membicarakan soal baik dan buruk dalam perspektif yang luas. Sedangkan estetika membicarakan tentang indah dan tidak indah, nikmat dan tidak nikmat, membahagiakan dan tidak membahagiakan. Karena itu, estetika sering terkait dengan bidang kesenian.

0 komentar: