Social Icons

Halaman

21 Januari 2013

FILSAFAT ILMU (Bagian 2)


  1. Metafisika.
Kata metafisika berasal dari kata Yunani meta dan physikaMeta artinya sesudah sesuatu atau di balik sesuatu). Physika artinya nyata, konkret dan dapat dijangkau indera. Jadi, metafisika artinya eksistensi di balik sesuatu. Ilmu yang mengkaji metafisika disebut ontologi.
Istilah metafisika dipopulerkan pertama kali oleh Andronicos dari Rhodes sekitar tahun 70 SM. Dalam mengartikan hakikat sesuatu, Aristoteles lebih cenderung menggunakan istilah proto phyloshopia atau first phylosophy (filsafat pertama),  knowledge of cause (pengetahuan tentang sebab akibat), the study of being as being (studi tentang apa adanya), study of the eternal and immovable (studi tentang hal-hal yang abadi dan tidak dapat digerakkan ), dan theology (ilmu yang membincangkan tentang Tuhan dan bagaimana manusia harus berhadapan dengan Tuhan).
Berdasarkan asumsi tersebut, Aristoteles menganggap metafisika akan dan harus berpusat pada “barang” dan “bentuk”. Bentuk dalam hal ini merupakan pengganti idea yang digagas Plato dan berada di balik yang fisik. Sedangkan barang adalah materi yang mempunyai bangun.
Metafisika dapat digunakan seagai studi atau pemikiran tentang sifat tertinggi atau terdalam (ultimate nature) dari keadaan yang tampak nyata dan variatif. Kajian metafisika menjadi sarana untuk memperoleh kebijaksanaan yang paling prinsip dan fundamental.
Antara metafisika dan filsafat ilmu terdapat hubungan yang integral seperti dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan meskipun dapat dibedakan. Filsafat ilmu membincangkan persoalan metafisika karena hampir tidak ada satu ilmu pun ynag lepas dari metafisika. Ilmu yang lahir dengan semangat metafisik akan mendorong timbulnya ilmu yang jauh lebih substantif, tampak lebih eternal, dan dalam beberapa hal dapat juga sakral.
Selain kegunaan dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan tersebut, metafisika memiliki beberapa peran, di antaranya:
1.      metafisika mengajarkan tentang cara berpikir cermat dan tidak kenal lelah dalam pengembangan ilmu pengetahuan;
2.      metafisika menuntut keaslian berpikir yang sangat diperlukan bagi ilmu pengetahuan;
3.      metafisika memberikan bahan pertimbangan yang matang bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama pada wilayah hipotesis;
4.      metafisika membuka peluang bagi terjadinya perbedaan visi dalam melihat realitas.
Sebagai bagian dari filsafat, secara umum metafisika dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum sering disebut dengan ontologi. Istilah ini sering diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu di balik yang fisik atau sesudah fisik. Ontologi berkembang menjadi tiga aliran, yaitu: naturalisme, idealisme, dan materialisme.
Naturalisme adalah faham yang memandang bahwa kenyataan adalah segala sesuatu yang bersifat kealaman. Kejadian dalam ruang dan waktu merupakan satuan-satuan yang menyusun kenyataan yang ada. Jadi, menurut kaum naturalis, pencipta alam ini bukan Tuhan, melainkan refleksi aktif dari kenyataan yang sama, kongkret, dan material.
Idealisme adalah aliran filsafat yang berusaha memahami materi atau tatanan kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu sampai pada hakikatnya yang terdalam. Dengan kata lain, idealisme adalah sebuah faham yang memandang bahwa sesungguhnya relaitas itu bukan pada yang tampak, tetapi justeru berada di balik yang tampak. Pelopor aliran ini adalah Plato. Pemikiran Plato kemudian dikembangkan pada abad pertengahan oleh George Bakeley (1685-1753), Fichte (1762-1831), dan Hegel (1770-1831). Sedangkan di abad moderen, faham ini dikembangkan oleh Immanuel Kant (1872-1904).
Materialisme adalah sebuah faham bahwa materi merupakan wujud segala eksistensi. Menurut aliran ini, bahwa yang sesungguhnya ada adalah keberadaannya yang bersifat material atau bergantung sama sekali pada materi. Aliran ini dipelopori oleh Leukippos dan Demokritos (460-370 SM). Pemikiran keduanya dilanjutkan oleh Thomas Hubbes, Ludwig Andreas Feuerbach, Karl Marx, dan Haeckel.
Metafisika khusus adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang alam, Tuhan, dan manusia. Karena itu, metafisika khusus memiliki tiga bidang kajian, yaitu: kosmologi, teologi metafisika, dan filsafat antropologi.
Kosmologi adalah ilmu yang menjadikan alam sebagai obyek kajian. Kosmologi memandang alam sebagai suatu totalitas dari fenomena dan berupaya memadukan  spekulasi metafisika dengan bukti ilmiah dalam suatu kerangka yang koheren. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa kosmologi adalah cabang filsafat yang membicarakan hakikat atau asal usul alam semesta.
Teologi metafisika merupakan aliran yang mengkaji eksistensi Tuhan yang bebas dari ikatan agama. Eksistensi Tuhan dibahas secara rasional dalam perspektif kefilsafatan dan sekuat mungkin terbebas dari pendekatan teologi yang digunakan oleh kaum agamawan. Karena itu, analisis tentang Tuhan bisa menghasilkan salah satu dari empat kesimpulan sebagai berikut:
1.      Tuhan tidak ada, karena sistem kefilsafatan sejak zaman Yunani hingga pada era Barat moderen masih mengandalkan sumber kebenaran dari fakta empiris yang kongkret dan rasional.
2.      Ada atau tidak adanya Tuhan belum pasti, karena meskipun  rasionalisme merupakan sumber pengetahuan, ia tidak akan mampu menunjukkannya dalam fakta yang empiris.
3.      Tuhan ada tanpa harus dibuktikan secara rasional. Ia hadir dalam imajinasi manusi dan sulit dibuktikan secara rasional.
4.      Tuhan ada dengan bukti rasional, karena meski Tuhan terwujud dalam bentuk yang non fisik, manusia dapat meyakini-Nya melalui ciptaan-Nya dan berbagai keteraturan yang terdapat di dalamnya.
Sementara itu, filsafat antropologi adalah cabang metafisika yang membicarakan tentang manusia. Dalam ruang kajian filsafat terdapat empat aliran yang membahas tentang manusia, yaitu:
  1. Materialisme, aliran serba zat atau materi yang memandang manusia tidak lain adalah makhluk yang terdiri dari darah, daging, tulang, dan lain-lain seperti makhluk hidup lainnya. Aliran ini dipelopori oleh Aristoteles.
  2. Idealisme, aliran yang memandang kehidupan ini serba ruh. Ruh adalah hakikat sedangkan badan adalah penjelmaan atau bayangan dari ruh.
  3. Dualisme, aliran yang menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi, yaitu badan dan ruh. Keduanya merupakan unsur awal yang keberadaannya tidak bergantung satu sama lain. Antara keduanya terdapat hubungan yang bersifat kausal.
  4. Eksistensialisme, aliran yang memandang manusia dari segi eksistensinya. Menurut aliran ini, badan manusia adalah jasmani yang diruhanikan atau ruhani yang dijasmanikan. Maka, keduanya menyatu dalam pribadi manusia yang disebut “aku”. Bagi filosof muslim, manusia di dunia mempunyai kemerdekaan untuk berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan pilihannya. Namun demikian, tingkah laku itu harus dipertanggungjawabkan.
  1. Sumber Ilmu Pengetahuan.
Ilmu dan pengetahuan merupakan dua hal yang berbeda tetapi meiliki hubungan yang erat. Kata ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alima, artinya mengetahui. Kata ini sejajar dengan kata science (bahasa Inggris), serapan dari bahasa Latin, scio, scire (arti dasarnya pengetahuan) atau sciere dan scientia yang artinya pengetahuan dan aktivitas mengetahui.
Sedangkan kata pengetahuan semakna dengan knowledge (bahasa Inggris) yang sering diartikan sebagai sejumlah informasi yang diperoleh melalui pengamatan, pengalaman, dan penalaran.
Pengetahuan berbeda dengan ilmu terutama dalam pemakaiannya. Ilmu lebih menitikberatkan pada aspek teoritis dari sejumlah pengetahuan yang dimiliki manusia. Sedangkan pengetahuan tidak mensyaratkan adanya teoritisasi dan pengujian. Kebenaran ilmu menuntut generalisasi, sedangkan pengetahuan belum dapat digunakan untuk proses generalisasi.
Ditinjau dari kategorisasinya, ilmu dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Syed Naquib Al Attas menyebutkan bahwa ilmu terdiri dari ilmu ma’rifat (iluminasi) dan ilmu sains. Menurut Sidi Ghazalba, ilmu memiliki 6 kategori, yaitu:
    1. Ilmu praktis;
    2. ilmu praktis normatif;
    3. ilmu praktis positif;
    4. ilmu spekulasi-ideografis;
    5. ilmu spekulasi nometetis;
    6. ilmu spekulasi teoritis.
Di kalangan filosof muslim berkembang pemikiran bahwa sumber utama ilmu pengetahuan adalah wahyu – yang termanifestasi dalam bentuk Al Qur’an dan Sunnah, rasio, dan fakta empiris. Sedangkan bagi kalangan filosof Barat sumber utama ilmu pengetahuan adalah rasio (akal) dan pengalaman empiris saja. Karena itu, ditinjau dari sumbernya, ilmu dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu:
1.       ilmu yang diberikan Tuhan kepada manusia yang dipilih-Nya dalam bentuk wahyu;
2.      ilmu yang dihasilkan manusia melalui penalarannya terhadap alam dan manusia serta hubungan antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam.
Berikut ini adalah penjelasan masing-masing sumber ilmu pengetahuan yang dapat dirumuskan pada empiris, rasional, dan intuitif.
·   Empirisme
Empirisme adalah faham yang menganggap bahw yang layak menajsdi sumber ilmu adalah pengalaman yang bersifat faktual. Faham ini hampir mirip dengan naturalisme yang menganggap bahwa hanya alam otentik yang dapat dipercaya.
·   Rasionalisme
Rasionalisme adalah faham yang menganggap bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui pertimbangan akal (reason). Ilmu lahir dari sebuah rangkaian penalaran bukan dari rangkaian fajta empiris. Faham ini juga disebut idealisme atau realisme.
·   Intuisi-Wahyu
Selain dua faham di atas, terdapat kelompok yang menganggap bahwa intuisi dan wahyu dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan. Di antara penganut faham ini adalah Maslow dan Nietzsche. Kelemahan terpenting dari posisi intuisi sebagai sumber ilmu pengetahuan adalah adanya kenyataan bahwa intuisi hanya berbentuk pengalaman personal atau individual. Akibatnya, tidak akan diperoleh generalisasi yang dapat diikuti oleh orang lain. Padahal, sifat ilmu yang terpenting adalah proses generalisasi.
Ø  Kriteria Kebenaran.
Dalam konteks filsafat ilmu, terdapat tiga teori untuk mengukur kebenaran, yaitu: koherensi, korespondensi, dan pragmatisme rasional.
Teori  koherensi adalah teori yang menganggap bahwa suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Tokoh utama teori ini adalah Plato, Aristoteles, Benedictus Spinoza, dan George Hegel.
Teori korespondesnsi adalah teori yang manganggap bahwa suatu pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyelk yang dituju oleh pernyataan tersebut. Tokoh utama teori ini adalah Brtrand Russel.
Teori pragmatisme rasional adalah teori yang menyatakan bahwa suatu pernyataan dianggap benar jika memiliki fungsi/kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Tokoh teori ini adalah Charles Sander Pierce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, dan C.J. Lewis.
  1. Penalaran: Sarana Berpikir Ilmiah.
Penalaran adalah proses berpikir dalam merumuskan pengetahuan. Sebagai sebuah kegiatan berpikir, penalaran memiliki dua ciri, yaitu :
  1. logis, artinya kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau menurut logika tertentu;
  2. analitis, artinya kegiatan berpikir yang bersandar pada logika ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah tertentu dalam kerangka ilmiah tersebut.
Hal tersebut menunjukkan bahwa penalaran berbeda dengan insting, sebab penalaran hanya dapat dikaitkan dengan kegaiatan berpikir, sedangkan insting dikaitkan dengan perasaan.
Dalam prakteknya, penalaran dibentuk oleh tiga pemikiran, yaitu: pengertian/konsep, proposisi, dan kenyataan. Pengertian yang terbentuk melalui rangkaian term atau kata akan membentuk sebuah proposisi. Proposisi yang tersusun melalui proses berpikir akan membentuk penalaran.
Untuk bisa berpikir tertib, diperlukan sebuah sarana yang disebut logika. Logika berasal dari kata logos, yang berarti sabda atau perkataan. Dalam bahasa Arab, logika disebut mantiq, diambil dari kata nataqa yang berarti berkata atau berucap. Menurut istilah, logika adalah kumpulan kaidah yang memberi jalan berpikir tertib dan teratur sehingga kebenarannya dapat diterima oleh orang lain.
Logika memiliki dua macam cara kerja, yaitu: logika matematika dan logika statistika. Logika matematika melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang disampaikan. Lambang ini bersifat artifisial. Biasanya matematika menggunakan bahasa numerikyang menfikan unsur emosi, kabur dan majemuk seperti yang terdapat dalam bahasa biasa.
Sementara itu, logika statistika hampir sam dengan logika matematika. Perbedaannya terletak pada prosedur kerja yang digunakan. Logika matematika menggunakan deduksi/rasio, sedangkan logika statistika menggunakan induksi/empirik.
Induksi merupakan cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus yang bersifat individual. Sedangkan deduksi adalah cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari keadaan yang umum.
Dengan demikian, penalaran ilmiah pada hakekatnya merupakan gabungan dari penalaran induktif dan deduktif.
  1. Estetika.
Estetika dapat didefiniskan sebagai suatu teori yang menelaah dan membahas tentang seni dan keindahan serta tangapan manusia terhadapnya. Tanggapan terhadap seni merupakan perasaan intuitif yang mengobyektivikasi keindahan dan rasa nikmat sebagai hasil tangkapan akal dan merupakan ekspresi pengalaman.
Tanggapan mengenai nilai sebuah seni atau keindahan bersifat subyektif. Penentuan nilai estetik ini dipengaruhi oleh pengalaman dan diolah oleh akal masing-masing. Dalam menentukan nilai estetik sesuatu, seseorang meneruskan apa yang telah diinderainya ke dalam hati. Kondisi hati sangat mempengaruhi penilaian. Informasi yang sampai di hati kemudian diteruskan ke otak. Otak memproses informasi tersebut melalui prose berpikir sehingga menghasilkan kesimpulan suka atau tidak suka, menerima sebagai sesuatu yang estetis atau menolaknya.
Mengingat bahwa penentuan nilai estetis bersifat subyektif, maka agar terjadi keseimbangan dalam menampilkan karya seni, seorang seniman seyogyanya berpatokan pada norma-norma etika yang berlaku di tengah masyarakat, baik norma agama maupun adat istiadat. Jika demikian, maka seni yang dihasilkan akan dapat dinikmati masyarakat tanpa menimbulkan ekses negatif.
Selain itu, satu hal yang perlu diingat bahwa hanya akan menyentuh jiwa penikmatnya hingga menimbulkan kepuasan bila seni itu muncul dari jiwa penciptanya. 

0 komentar: