Makalah ini merupakan resume terhadap buku berjudul Filsafat Ilmu, karya Dr. Cecep Sumarna, M.Ag. Pada makalah ini terdapat paparan singkat mengenai suatu persoalan yang sangat vital dalam dunia keilmuan, yaitu metode berpikir ilmiah. Walaupun singkat, makalah ini berupaya menjawab beberapa pertanyaan pokok: “apa itu metode ilmiah?”, “Dari mana metode ini dibangun?”, dan “untuk apa metode ini digunakan dalam dunia ilmiah?”
B. Pengertian dan Unsur yang Mempengaruhi Metode Ilmiah.
Secara etimologis, metode berasal dari kata Yunani, meta dan hodos. Meta artinya sesudah atau dibalik sesuatu, sedangkan hodos artinya jalan yang harus ditempuh. Jadi, metode adalah cara atau prosedur untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah sistematis. Jenis pengetahuan yang diperoleh meliputi pengetahuan sosial humanistis, historis, dan pengetahuan filsafat. Dalam Dictionary of Behavioral Science dinyatakan bahwa metode adalah teknik-teknik dan prosedur-prosedur pengamatan dan percobaan bersistem dalam menyelidiki alam. Teknik dan prosedur dimaksud dipergunakan ilmuwan untuk mengolah fakta-fakta, data-data dan penafsirannya sesuai dengan asas-asas atau aturan-aturan tertentu yang sebelumnya telah disepakati ilmuwan.
George F. Kneller (1964: 181) menyatakan bahwa metode ilmiah adalah struktur rasional dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Dari metode ini hipotesis (dugaan) disusun dan kemudian diuji untuk dibuktikan. Dengan demikian, metode ilmiah dapat diartikan sebagai suatu prosedur atau tata cara tertentu untuk membuktikan benar salahnya suatu hipotesis yang ditentukan sebelumnya. Metode ilmiah dipengaruhi unsur alam yang berubah dan bergerak secara dinamis dan teratur. Menurut Nurcholish Madjid (1992: 131), kondisi alam yang demikian disebut dengan istilah teleleologis. Para filosof menduga kondisi tersebut disebabkan adanya asas tunggal dari alam (natural law). Karena sifatnya seperti itu, maka manusia dianggap mampu melakukan proses generalisasi dan sekaligus eksplanasi. Dalam perspektif filsafat ilmu, proses generalisasi itu disebabkan oleh sebuah metode yang disebut metode ilmiah. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat melalui skema berikut:
Menurut Titus, Smith, dan Nolan (1984: 283), keteraturan alam menjadi motor penggerak lahirnya kajian kefilsafatan dan ilmu yang sama-sama berupaya mencapai kebenaran. Keteraturan alam dianggap dan harus diletakkan sebagai obyek ukuran dalam menentukan kebenaran. Corak metodis seperti itu telah menyebabkan lahirnya ilmu pengetahuan dengan sifat dan kecenderungan yang positivistik. Kondisi ini disebut Kuntowijoyo (1991: 21) dan Noeng Muhajir (2004: 31) telah menyebabkan bebasnya manusia dari pemikiran etis ke pemikiran deterministik (berdasarkan pada hukum kausalitas) dan evolusionistik (melihat sejarah sebagai dasar dalam menentukan objek yang ditetliti).
Menurut Titus, Smith, dan Nolan (1984: 283), keteraturan alam menjadi motor penggerak lahirnya kajian kefilsafatan dan ilmu yang sama-sama berupaya mencapai kebenaran. Keteraturan alam dianggap dan harus diletakkan sebagai obyek ukuran dalam menentukan kebenaran. Corak metodis seperti itu telah menyebabkan lahirnya ilmu pengetahuan dengan sifat dan kecenderungan yang positivistik. Kondisi ini disebut Kuntowijoyo (1991: 21) dan Noeng Muhajir (2004: 31) telah menyebabkan bebasnya manusia dari pemikiran etis ke pemikiran deterministik (berdasarkan pada hukum kausalitas) dan evolusionistik (melihat sejarah sebagai dasar dalam menentukan objek yang ditetliti).
Dalam perkembangan selanjutnya, cara berpikir demikian memperoleh gugatan. Alasannya, karena tidak semua ilmu dapat didekati dengan model yang sama. Dalam kasus tertentu, kondisi ini menyebabkan keringnya ilmu pengetahuan dari nilai etika kemanusiaan apalagi etika ketuhanan. Sebab, sumber kebenaran terbatas pada aspek-aspek yang bersifat konkret dan rasional murni.
Dengan ditemukannya metode ilmiah, manusia bukan saja bisa hidup dalam ritme modernisme yang serba mudah dan menjanjikan, akan tetapi juga secara perlahan “mengganti” sebagian peran Tuhan dalam menentukan “taqdirnya”. Manusia tidak lagi berpangku tangan terhadap apa yang menjadi kehendak alam.
C. Nilai Guna Metode Ilmiah.
Metode ilmiah memiliki kegunaan sebagai berikut :
- untuk mengembangkan pengetahuan.
- untuk memecahkan persoalan yang dihadapi manusia. Kemampuan manusia dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya akan menjadi starting point yang menjamin eksistensi manusia.
- memudahkan ilmuwan dan pengguna keilmuannya untuk melakukan penelusuran dalam suatu kajian.
Dalam kaitannya dengan upaya penyelesaian masalah, terdapat perbedaan mendasar antara kaum awam dengan kaum terdidik. Kaum awam menyelesaikan masalah dengan cara konvensional, tidak sistematis, sering bernuansa subyektif, dan tidak mampu melakukan generalisasi. Akibatnya, hasil upaya tersebut bersifat samar-samar, belum teruji dan minim penjelasan.
Menurut Francis Bacon, karakteristik pemikiran yang demikian dapat menyebabkan lahirnya arca-arca, seperti: arca pikiran (idols of mind), arca suku (idols of the cove), arca pasar (idols of market), dan arca panggung (idols of theatre). Berbeda dengan cara kerja orang awam, ilmuwan biasanya bekerja dengan cara yang sistematis, logis, dan obyektif.
Namun demikian, cara kerja orang awam dapat bermanfaat bagi ilmuwan karena pengetahuan orang awam itu akan menjadi pra anggapan yang perlu diuji dan terbuka untuk didiskusikan.
D. Prosedur Metode Ilmiah
Prosedur berpikir ilmiah moderen masih menggunakan kaidah keilmuan Barat yang hanya mendasarkan pikirannya pada penalaran rasional dan empiris. Dengan kata lain, metode ilmiah merupakan penggabungan antara cara berpikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris) dalam membangun tubuh pengetahuan.
Berpikir deduktif memberikan sifat rasional kepada pengetahuan ilmiah. Karena itu, ia harus konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkannya. Penjelasan rasional dengan kriteria kebenaran koherensi tidak dapat memberikan kesimpulan final.
Rasionalisme lebih bersifat pluralistik sehingga memberi kemungkinan untuk menyusun berbagai penjelasan terhadap suatu obyek pemikiran tertentu. Karena itu, dalam metode berpikir ilmiah juga diperlukan cara kerja berpikir induktif yang mendasari kriteria kebenaran pada teori korespondensi. Teori ini menyebutkan bahwa pernyataan dianggap benar jika materi yang terkandung dalam pernyataan itu bersesuaian dengan fakta empiris.
Berdasarkan gambaran di atas, maka metode ilmiah meliputi suatu rangkaian langkah yang tertib dan sistemik. Meskipun demikian, metodologi dipahami para ilmuwan dalam ragam yang tidak mungkin memperoleh kesamaan pendapat. Sebagai contoh, Soetriono dan SRDm Rita Hanafie (2007: 157) menyatakan ada enam langkah dalam prosedur metode ilmiah, yaitu:
1. mencari, merumuskan, dan mengidentifikasi masalah;
2. menyusun kerangka pikiran (logical construct);
3. merumuskan hipotesis (jawaban rasional terhadap masalah);
4. menguji hipotesis secara empirik.
5. melakukan pembahasan.
6. menarik kesimpulan.
Selain prosedur berpikir ilmiah sebagaimana tergambar di atas, aspek lain yang juga penting untuk menjadi daya dukung terhadap metode berpikir ilmiah, menurut Archi J. Bahm, adalah harus menunjukkan adanya masalah, sikap ilmiah, dan aktivitas ilmiah.
1. Masalah.
Masalah adalah sesuatu yang timbul akibat adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Permasalahan dalam ilmu pengetahuan memiliki tiga ciri sebagai berikut:
- Dapat dikomunikasikan (communicable) dan dapat menjadi wacana publik.
- Dapat diganti dengan sikap ilmiah.
- Dapat ditangani dengan metode ilmiah.
2. Sikap Ilmiah.
Sikap ilmiah meliputi enam karakteritik, yaitu:
- Rasa ingin tahu (scientific curiosity)
- Spekulatif
- Obyektif.
- Keterbukaan.
- Kesediaan untuk menunda penilaian.
- Tentatif, artinya tidak bersifat dogmatis terhadap hipotesis maupun simpulan.
3. Aktivitas Ilmiah.
Yang dimaksud aktivitas ilmiah di sini adalah pekerjaan ilmuwan yang senantiasa melakukan riset untuk mencapai pada apa yang disebutnya benar. Menurut Walter R. Borg dan Meredith D. Gall, ada 7 langkah yang ditempuh peneliti dalam melakukan penelitiannya, yaitu:
- Menetapkan masalah
- Merumuskan atau mendefinisikan masalah
- Menyusun hipotesis.
- Menetapkan teknik dan menyusun instrumen penelitian
- Mengumpulkan data yang diperlukan.
- Menganalisis data yang terkumpul.
- Menarik kesimpulan
E. Penutup
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Metode ilmiah adalah suatu prosedur atau tata cara tertentu untuk membuktikan benar salahnya suatu hipotesis yang ditentukan sebelumnya. Secara operasional, metode ilmiah merupakan penggabungan antara cara berpikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris) dalam membangun tubuh pengetahuan.
2. Metode ilmiah lahir dari keinginan manusia (ilmuwan) untuk mencari kebenaran dalam sebuah penyelidikan ilmiah. Metode ini berangkat dari pemikiran filsafat rasionalisme dengan menganggap bahwa manusia mempunyai kedudukan yang tinggi sebagai pusat kebenaran, etika, kebijaksanaan, dan pengetahuan (anthroposentrisme).
3. Metode ilmiah memiliki kegunaan untuk mengembangkan pengetahuan, memecahkan persoalan yang dihadapi manusia, memudahkan ilmuwan dan pengguna keilmuannya untuk melakukan penelusuran dalam suatu kajian.
0 komentar:
Posting Komentar